Rabu, 13 Mei 2009

Tidak Mampu Atau Tidak Mau?

Dalam sebuah seminar Nampak seorang pembicara berdiri di balik podium dengan sebuah balok kayu panjang yang diletakkan di dekatnya. Kemudian pembicara tersebut bertanya kepada para peserta seminar adakah di antara mereka yang mau menjadi relawan dan berjalan di atas balok kayu tersebut. Pembicara itu menjanjikan imbalan sebesar Rp. 200.000,- bagi seorang peserta seminar yang mau melakukannya.
Balok kayu itu kurang lebih berukuran 20 meter kali 20 centimeter. Artinya, balok kayu itu cukup lebar dan semua peserta tentu dapat berjalan di atasnya dengan mudah. Lagipula, balok kayu itu diletakkan di atas lantai. Kalaupun mereka tidak mampu menjaga keseimbangan saat berjalan di atasnya, mereka tidak akan jatuh ataupun terluka. Akan tetapi, karena takut kalau-kalau pembicara itu akan mengerjai dan mempermainkan mereka, semua peserta pun hanya menoleh kanan kiri saja sampai akhirnya ada seorang peserta yang memberanikan diri dan menerima tantangan pembicara tersebut.
Peserta itu ternyata dapat berjalan di atas balok kayu panjang tersebut dengan mudah tanpa ada jebakan sedikitpun. Kemudian seperti yang telah dijanjikan sebelumnya, pembicara itupun memberikan Rp. 200.000,- kepada peserta tersebut. Peserta itupun menerima uang tersebut dengan gembira.
Akan tetapi, ketika peserta itu hendak kembali ke tempat duduknya, pembicara itu menahannya dan bertanya kepadanya: “Seandainya saat ini balok kayu tersebut menjembatani dua buah gedung bertingkat yang tingginya 80 meter. Angin bertiup sangat kencang di sana, sehingga dapat menggangu keseimbangan anda saat berjalan di atas balok kayu tersebut. Bila anda terpeleset dan jatuh, kemungkinan besar anda akan mati, selain karena tingginya tempat tersebut, juga karena di bawahnya terdapat jalan raya yang sangat ramai dengan lalu-lalang kendaraan. Nah, maukah anda berjalan di atas balok kayu tersebut sekarang? Saya akan memberi anda Rp. 200.000,- sebagai imbalannya.” Peserta itupun dengan tegas menolak: “Tidak mau.” “Bagaimana kalau saya beri anda Rp. 1.000.000,- sebagai imbalannya?”, tawar pembicara itu. “Tidak mau.”, Jawab peserta itu. “Bagaimana kalau Rp. 500.000.000,-?”, tawar pembicara itu lagi. “Tidak mau, Saya takut.”, jawab peserta itu sambil menggeleng.
Akhirnya, pembicara itupun bertanya: “Baiklah, bagaimana bila saat ini anak anda yang berusia 6 tahun diculik dan disandera oleh seorang penjahat? Penjahat itu membawanya ke gedung seberang, mengikatnya di sana, dan memasang sebuah bom waktu yang akan meledak dalam waktu 3 menit di dekatnya. Bila anda ingin anak anda selamat, mau tidak mau anda harus menyeberang melalui balok kayu tersebut. Dalam keadaan seperti itu, maukah anda berjalan menyeberang melalui balok kayu tersebut?” Peserta itupun terdiam beberapa saat sampai akhirnya ia menjawab: “Ya, saya mau.”
Dari fragmen di atas kita dapat menarik sebuah pelajaran, bahwa sebenarnya yang menjadi hambatan terbesar kesuksesan kita bukanlah ketidakmampuan, melainkan ketidakmauan. Mengapa mayoritas peserta seminar itu tidak menerima tantangan sang pembicara? Bukan karena mereka tidak mampu berjalan di atas balok kayu itu, melainkan karena mereka ragu, takut, dan enggan melakukannya. Padahal, bila dipikirkan secara logis, tantangan pembicara itu sangatlah mudah dan tidak mengandung resiko apa-apa. Keraguan, ketakutan, dan keenggananlah yang membuat mereka tidak mau menerima tantangan pembicara itu. Akibatnya, mereka kehilangan peluang mendapatkan uang Rp. 200.000,- dari pembicara tersebut.
Keadaan serupa seringkali juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai peluang bisnis luar biasa seringkali muncul di hadapan banyak orang. Akan tetapi, mengapa tidak banyak orang yang mengambil peluang luar biasa itu dan sukses menjalankannya? Jawabannya sama, bukan karena mereka tidak mampu menjalankan bisnis itu, melainkan karena mereka tidak mau mencobanya, entah karena mereka ragu akan peluang tersebut, takut akan resiko yang mungkin terjadi, atau memang enggan menjalankannya. Padahal, mungkin saja peluang itu sangat menjanjikan dan memiliki tingkat resiko yang sedemikian kecil.
Pelajaran lain yang dapat kita tarik dari bagian terakhir fragmen di atas adalah bahwa bila seseorang berada dalam keadaan terdesak, ia akan dapat melakukan apa saja yang sebelumnya terasa tidak mungkin baginya. Memang tidak selalu demikian, tetapi dalam banyak hal kenyataan ini seringkali terjadi. Mengapa peserta itu tidak mau berjalan di atas balok kayu yang menjembatani dua gedung tinggi itu sekalipun sang pembicara menjanjikan hadiah yang begitu besar, tetapi mau melakukannya bila anaknya yang berusia 6 tahun berada dalam bahaya di gedung seberang? Jawabannya jelas. Pada kasus pertama rasa takut terhadap resiko kematian begitu besar hingga mengalahkan rasa percaya diri dan keinginannya mendapatkan hadiah, sehingga dia tidak mau melakukannya. Sebaliknya, pada kasus kedua cinta terhadap anaknya dan kekuatiran akan nasib anaknya itu jauh lebih besar hingga mengalahkan rasa takutnya pada resiko kematian dan membangkitkan keberanian serta percaya diri dalam dirinya, sehingga ia mau melakukannya. Dengan kata lain, keadaan terdesak telah membuatnya berani mengambil resiko apapun. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya inti permasalahannya bukanlah ketidakmampuan, melainkan ketidakmauan.
Dalam kehidupan sehari-hari hal yang serupa juga sering terjadi. Banyak orang ingin menjadi orang sukses, tetapi hanya sedikit yang berhasil meraih kesuksesan itu. Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah hal itu disebabkan oleh ketidakmampuan? Saya kira bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah bahwa banyak dari mereka yang ingin sukses itu tidak mau melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang sukses. Mereka memiliki seribu satu alasan untuk tidak melakukannya. Beberapa di antara mereka berkata: “Saya tidak punya waktu.” Beberapa yang lain berkata: “Saya tidak punya modal.” Beberapa yang lain lagi berkata: “Saya takut gagal.” Tetapi dapatkah alasan-alasan semacam itu dipertanggungjawabkan? Saya kira tidak.
Mari kita uji alasan-alasan itu dengan bertanya: Bagaimana bila saat ini anak anda sakit parah dan harus dioperasi? Karena begitu parahnya penyakit anak anda itu, biaya yang harus anda keluarkan untuk operasi itu sangat besar dengan kemungkinan berhasil hanya 10%. Padahal, saat ini pekerjaan anda sangat padat dan tabungan anda sangat tipis. Dalam keadaan seperti itu, apa yang akan anda lakukan? Apakah anda akan membiarkan anak anda begitu saja karena pekerjaan anda sangat padat dan tidak punya waktu untuk mengurusi anak anda itu? Apakah anda akan membiarkan anak anda sakit parah tanpa berusaha membawanya ke dokter untuk dioperasi karena anda tidak punya cukup uang atau karena anda takut kalau-kalau operasi itu gagal dan hanya akan buang-buang uang saja? Anda tentu tidak akan berbuat demikian bukan?
Bila anda adalah orang tua yang baik, tentu anda akan rela meluangkan waktu anda untuk mengurusi anak anda yang sakit itu. Sekalipun anda tidak punya cukup uang, anda tentu akan berusaha mencari pinjaman demi pengobatan anak anda itu. Sekalipun kemungkinan berhasilnya hanya 10%, anda tentu akan tetap mencobanya, karena anda memiliki harapan yang besar atas kesembuhan anak anda itu. Dengan kata lain, harapan yang besar akan kesembuhan anak anda telah mengalahkan setiap kendala yang ada.
Nah, mengapa hal yang sama tidak anda terapkan demi meraih kesuksesan anda? Sebagaimana telah saya katakan di atas, banyak orang tidak pernah meraih kesuksesan mereka bukan karena mereka tidak mampu, melainkan karena mereka tidak mau. Kemalasan, keragu-raguan, dan ketakutan mereka akan resiko kegagalan dan kerugian terlalu besar hingga mengalahkan harapan dan keinginan mereka untuk sukses. Terkadang kemalasan, keragu-raguan, dan ketakutan itu sedemikian besar dan tidak realistis hingga membuat mereka menjadi orang-orang yang pasif, reaktif, pesimis, dan bermental pecundang. Bila anda ingin menjadi orang yang sukses, janganlah anda berlaku demikian. Janganlah anda terlalu mudah berkata: “Saya tidak punya waktu.”, “Saya tidak punya modal.”, atau “Saya takut gagal.” Semua itu hanya akan menghambat kesuksesan anda. Sebaliknya, bulatkan kemauan anda, perbesar harapan anda, dan tanamkan semangat serta keberanian dalam diri anda. Kalahkanlah kemalasan, keragu-raguan, dan ketakutan yang ada. Semua itu akan membentuk anda menjadi orang yang aktif, proaktif, optimis, dan bermental pejuang. Dengan demikian kesuksesan akan lebih mudah anda raih.
Akhirnya, sukses selalu untuk anda!
Sumber : http://bisnispulsaindonesia.wordpress.com/

Tidak ada komentar: