Rabu, 13 Mei 2009

Satu Kali Tiap Detik

Ada sebuah cerita mengenai seorang pembuat jam. Pada suatu hari ia membuat sebuah jam tangan kecil untuk dipakainya sendiri. Uniknya, pembuat jam ini dapat berbicara dengan jam tangan kecil yang dibuatnya itu.
Ketika sedang membuat jam tangan kecil tersebut, pembuat jam itu bertanya: “Hai jam, sanggupkah kamu berdetak sebanyak 31.536.000 kali dalam setahun?” Karena merasa tidak sanggup menanggung beban tersebut, jam tangan kecil itupun menyatakan keberatannya kepada sang pembuat jam dan berkata: “Aku tidak sanggup kalau harus berdetak sedemikian banyak.”
Mendengar jawaban jam tangan kecil itu, pembuat jam itupun kembali bertanya: “Bagaimana kalau sebanyak 86.400 kali dalam sehari?” Karena beban tersebut masih terasa berat baginya, maka jam tangan kecil itupun kembali menolak dan berkata: “Beban itu masihlah berat bagiku. Aku takut kalau-kalau aku tidak sanggup melakukannya.”
Sang pembuat jam pun kembali menawar: “Bagaimana kalau 3.600 dalam satu jam saja?” Jam tangan kecil itu masih saja merasa keberatan dan berkata: “Ah, beban itupun masih terasa berat bagiku. Aku tentu akan kelelahan kalau harus berdetak sebanyak itu.”
Akhirnya pembuat jam itupun mengajukan sebuah tawaran terakhir: “Bagaimana kalau satu kali tiap detik?” Mendengar penawaran terakhir itu, jam tangan kecil itupun menjawab: “Satu kali tiap detik? Itu sangatlah mudah! Tentu saja aku sanggup melakukannya.” Kemudian sang pembuat jam pun segera menyelesaikan pembuatan jam tangan kecil tersebut. Setiap detik jam tangan kecil itu berdetak. Tanpa terasa satu tahunpun berlalu dan ia telah berdetak sebanyak 31.536.000 kali.
Banyak orang membuat target yang terlalu tinggi dan perencanaan yang terlalu banyak untuk jangka waktu 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, atau 20 tahun kedepan ketika mereka hendak memulai bisnis mereka. Mereka memikirkan resiko-resiko yang mungkin terjadi dalam jangka-jangka waktu tersebut dan mencoba mengantisipasinya sejak semula. Dengan berbuat demikian mereka kira mereka akan dapat menjalankan bisnisnya dengan baik dan lancar. Akan tetapi, faktanya banyak orang yang berbuat demikian justru mundur di tengah jalan. Sebagian mundur sebelum memulainya karena memandang beratnya beban yang harus mereka hadapi. Sebagian yang lain memulai bisnisnya dengan penuh semangat dengan menanamkan dalam dirinya bahwa ia dapat melakukannya, tetapi seiring berjalannya waktu semangat itupun memudar. Setiap kali mereka mendapati bahwa mereka gagal mengerjakan rencana-rencana yang telah dibuatnya, hati mereka menuduh dan melemahkan semangat mereka dengan berkata: “Nah, kamu gagal lagi kan? Kamu tidak sanggup melakukan rencana-rencanamu kan? Sudahlah, engkau tidak akan sanggup mengerjakan semuanya itu. Targetmu terlalu tinggi bagimu, engkau tidak akan sanggup mencapainya.” Akhirnya mereka frustasi dan mundur dari bisnisnya.
Rekan-rekan pebisnis, menentukan target dan goal yang hendak kita capai adalah hal yang penting, karena target dan goal akan menentukan ke arah mana bisnis kita akan berkembang. Akan tetapi, ingatlah, kita tidak mungkin membangun bisnis yang besar dalam waktu yang singkat. Selalu ada proses yang harus kita jalani langkah demi langkah setiap hari.
Bila anda merasa tidak mampu membangun sebuah bisnis yang berskala besar, cobalah membangun sebuah bisnis yang berskala kecil. Bila anda merasa tidak mampu membangun sebuah bisnis yang berskala kecil, cobalah membuat rencana kerja yang mungkin dapat anda kerjakan dengan baik selama setahun. Bila hal itupun masih terasa berat bagi anda, cobalah lakukan pekerjaan anda hari ini dengan sebaik-baiknya dan ulangi kembali keesokan harinya. Dengan berbuat demikian, satu atau dua tahun ke depan anda akan mendapati bahwa kondisi anda telah jauh lebih baik dari pada kondisi anda hari ini.
Jangan membebani hati dan pikiran anda dengan target dan rencana-rencana yang anda buat untuk 15 atau 20 tahun ke depan, tetapi berusahalah memberikan hasil maksimal dengan melakukan yang terbaik pada hari ini saja. Begitu pula dengan hari esok, minggu depan, bulan depan, dan tahun depan. Ulangi hal itu setiap hari. Niscaya anda akan mampu mencapai target dan goal anda pada waktunya.
Akhirnya, salam sukses untuk anda!
Sumber : http://bisnispulsaindonesia.wordpress.com/

Tidak Mampu Atau Tidak Mau?

Dalam sebuah seminar Nampak seorang pembicara berdiri di balik podium dengan sebuah balok kayu panjang yang diletakkan di dekatnya. Kemudian pembicara tersebut bertanya kepada para peserta seminar adakah di antara mereka yang mau menjadi relawan dan berjalan di atas balok kayu tersebut. Pembicara itu menjanjikan imbalan sebesar Rp. 200.000,- bagi seorang peserta seminar yang mau melakukannya.
Balok kayu itu kurang lebih berukuran 20 meter kali 20 centimeter. Artinya, balok kayu itu cukup lebar dan semua peserta tentu dapat berjalan di atasnya dengan mudah. Lagipula, balok kayu itu diletakkan di atas lantai. Kalaupun mereka tidak mampu menjaga keseimbangan saat berjalan di atasnya, mereka tidak akan jatuh ataupun terluka. Akan tetapi, karena takut kalau-kalau pembicara itu akan mengerjai dan mempermainkan mereka, semua peserta pun hanya menoleh kanan kiri saja sampai akhirnya ada seorang peserta yang memberanikan diri dan menerima tantangan pembicara tersebut.
Peserta itu ternyata dapat berjalan di atas balok kayu panjang tersebut dengan mudah tanpa ada jebakan sedikitpun. Kemudian seperti yang telah dijanjikan sebelumnya, pembicara itupun memberikan Rp. 200.000,- kepada peserta tersebut. Peserta itupun menerima uang tersebut dengan gembira.
Akan tetapi, ketika peserta itu hendak kembali ke tempat duduknya, pembicara itu menahannya dan bertanya kepadanya: “Seandainya saat ini balok kayu tersebut menjembatani dua buah gedung bertingkat yang tingginya 80 meter. Angin bertiup sangat kencang di sana, sehingga dapat menggangu keseimbangan anda saat berjalan di atas balok kayu tersebut. Bila anda terpeleset dan jatuh, kemungkinan besar anda akan mati, selain karena tingginya tempat tersebut, juga karena di bawahnya terdapat jalan raya yang sangat ramai dengan lalu-lalang kendaraan. Nah, maukah anda berjalan di atas balok kayu tersebut sekarang? Saya akan memberi anda Rp. 200.000,- sebagai imbalannya.” Peserta itupun dengan tegas menolak: “Tidak mau.” “Bagaimana kalau saya beri anda Rp. 1.000.000,- sebagai imbalannya?”, tawar pembicara itu. “Tidak mau.”, Jawab peserta itu. “Bagaimana kalau Rp. 500.000.000,-?”, tawar pembicara itu lagi. “Tidak mau, Saya takut.”, jawab peserta itu sambil menggeleng.
Akhirnya, pembicara itupun bertanya: “Baiklah, bagaimana bila saat ini anak anda yang berusia 6 tahun diculik dan disandera oleh seorang penjahat? Penjahat itu membawanya ke gedung seberang, mengikatnya di sana, dan memasang sebuah bom waktu yang akan meledak dalam waktu 3 menit di dekatnya. Bila anda ingin anak anda selamat, mau tidak mau anda harus menyeberang melalui balok kayu tersebut. Dalam keadaan seperti itu, maukah anda berjalan menyeberang melalui balok kayu tersebut?” Peserta itupun terdiam beberapa saat sampai akhirnya ia menjawab: “Ya, saya mau.”
Dari fragmen di atas kita dapat menarik sebuah pelajaran, bahwa sebenarnya yang menjadi hambatan terbesar kesuksesan kita bukanlah ketidakmampuan, melainkan ketidakmauan. Mengapa mayoritas peserta seminar itu tidak menerima tantangan sang pembicara? Bukan karena mereka tidak mampu berjalan di atas balok kayu itu, melainkan karena mereka ragu, takut, dan enggan melakukannya. Padahal, bila dipikirkan secara logis, tantangan pembicara itu sangatlah mudah dan tidak mengandung resiko apa-apa. Keraguan, ketakutan, dan keenggananlah yang membuat mereka tidak mau menerima tantangan pembicara itu. Akibatnya, mereka kehilangan peluang mendapatkan uang Rp. 200.000,- dari pembicara tersebut.
Keadaan serupa seringkali juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai peluang bisnis luar biasa seringkali muncul di hadapan banyak orang. Akan tetapi, mengapa tidak banyak orang yang mengambil peluang luar biasa itu dan sukses menjalankannya? Jawabannya sama, bukan karena mereka tidak mampu menjalankan bisnis itu, melainkan karena mereka tidak mau mencobanya, entah karena mereka ragu akan peluang tersebut, takut akan resiko yang mungkin terjadi, atau memang enggan menjalankannya. Padahal, mungkin saja peluang itu sangat menjanjikan dan memiliki tingkat resiko yang sedemikian kecil.
Pelajaran lain yang dapat kita tarik dari bagian terakhir fragmen di atas adalah bahwa bila seseorang berada dalam keadaan terdesak, ia akan dapat melakukan apa saja yang sebelumnya terasa tidak mungkin baginya. Memang tidak selalu demikian, tetapi dalam banyak hal kenyataan ini seringkali terjadi. Mengapa peserta itu tidak mau berjalan di atas balok kayu yang menjembatani dua gedung tinggi itu sekalipun sang pembicara menjanjikan hadiah yang begitu besar, tetapi mau melakukannya bila anaknya yang berusia 6 tahun berada dalam bahaya di gedung seberang? Jawabannya jelas. Pada kasus pertama rasa takut terhadap resiko kematian begitu besar hingga mengalahkan rasa percaya diri dan keinginannya mendapatkan hadiah, sehingga dia tidak mau melakukannya. Sebaliknya, pada kasus kedua cinta terhadap anaknya dan kekuatiran akan nasib anaknya itu jauh lebih besar hingga mengalahkan rasa takutnya pada resiko kematian dan membangkitkan keberanian serta percaya diri dalam dirinya, sehingga ia mau melakukannya. Dengan kata lain, keadaan terdesak telah membuatnya berani mengambil resiko apapun. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya inti permasalahannya bukanlah ketidakmampuan, melainkan ketidakmauan.
Dalam kehidupan sehari-hari hal yang serupa juga sering terjadi. Banyak orang ingin menjadi orang sukses, tetapi hanya sedikit yang berhasil meraih kesuksesan itu. Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah hal itu disebabkan oleh ketidakmampuan? Saya kira bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah bahwa banyak dari mereka yang ingin sukses itu tidak mau melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang sukses. Mereka memiliki seribu satu alasan untuk tidak melakukannya. Beberapa di antara mereka berkata: “Saya tidak punya waktu.” Beberapa yang lain berkata: “Saya tidak punya modal.” Beberapa yang lain lagi berkata: “Saya takut gagal.” Tetapi dapatkah alasan-alasan semacam itu dipertanggungjawabkan? Saya kira tidak.
Mari kita uji alasan-alasan itu dengan bertanya: Bagaimana bila saat ini anak anda sakit parah dan harus dioperasi? Karena begitu parahnya penyakit anak anda itu, biaya yang harus anda keluarkan untuk operasi itu sangat besar dengan kemungkinan berhasil hanya 10%. Padahal, saat ini pekerjaan anda sangat padat dan tabungan anda sangat tipis. Dalam keadaan seperti itu, apa yang akan anda lakukan? Apakah anda akan membiarkan anak anda begitu saja karena pekerjaan anda sangat padat dan tidak punya waktu untuk mengurusi anak anda itu? Apakah anda akan membiarkan anak anda sakit parah tanpa berusaha membawanya ke dokter untuk dioperasi karena anda tidak punya cukup uang atau karena anda takut kalau-kalau operasi itu gagal dan hanya akan buang-buang uang saja? Anda tentu tidak akan berbuat demikian bukan?
Bila anda adalah orang tua yang baik, tentu anda akan rela meluangkan waktu anda untuk mengurusi anak anda yang sakit itu. Sekalipun anda tidak punya cukup uang, anda tentu akan berusaha mencari pinjaman demi pengobatan anak anda itu. Sekalipun kemungkinan berhasilnya hanya 10%, anda tentu akan tetap mencobanya, karena anda memiliki harapan yang besar atas kesembuhan anak anda itu. Dengan kata lain, harapan yang besar akan kesembuhan anak anda telah mengalahkan setiap kendala yang ada.
Nah, mengapa hal yang sama tidak anda terapkan demi meraih kesuksesan anda? Sebagaimana telah saya katakan di atas, banyak orang tidak pernah meraih kesuksesan mereka bukan karena mereka tidak mampu, melainkan karena mereka tidak mau. Kemalasan, keragu-raguan, dan ketakutan mereka akan resiko kegagalan dan kerugian terlalu besar hingga mengalahkan harapan dan keinginan mereka untuk sukses. Terkadang kemalasan, keragu-raguan, dan ketakutan itu sedemikian besar dan tidak realistis hingga membuat mereka menjadi orang-orang yang pasif, reaktif, pesimis, dan bermental pecundang. Bila anda ingin menjadi orang yang sukses, janganlah anda berlaku demikian. Janganlah anda terlalu mudah berkata: “Saya tidak punya waktu.”, “Saya tidak punya modal.”, atau “Saya takut gagal.” Semua itu hanya akan menghambat kesuksesan anda. Sebaliknya, bulatkan kemauan anda, perbesar harapan anda, dan tanamkan semangat serta keberanian dalam diri anda. Kalahkanlah kemalasan, keragu-raguan, dan ketakutan yang ada. Semua itu akan membentuk anda menjadi orang yang aktif, proaktif, optimis, dan bermental pejuang. Dengan demikian kesuksesan akan lebih mudah anda raih.
Akhirnya, sukses selalu untuk anda!
Sumber : http://bisnispulsaindonesia.wordpress.com/

Minggu, 10 Mei 2009

CARA BEDAIN PRIA DAN COWOK

Hasil di bawah ini sudah melalui penelitian bertahun-tahun dengan jumlah peserta yang hampir mencapai 100 jt, So hasil ini akurat dan dapat di percaya..

P = Pria , C = Cowok

P : Tahu jelas lima tahun lagi ia mau jadi apa
C : Tidak jelas lima menit lagi ia mau berbuat apa

P : Jago membuat wanita merasa tenang
C : Jago membuat cewek merasa senang

P : Bacaannya Jhon Grisham, mainannya golf, tontonannya CNN
C : Bacaannya Harry Potter, mainannya bilyar, tontonannya MTV

P : Sebelum umur 30 sudah banyak uang
C : Sebelum umur 30 sudah banyak dosa

P : Seimbang antara penghasilan dan pemasukan
C : Seimbang antara hutang dan pembayaran minimum

P : Mendukung emansipasi wanita, tapi tetap membayari bon makan wanita
C: Mendukung emansipasi wanita dengan membiarkan wanita bayar sendiri

P : Punya akuntan, penjahit dan dokter langganan
C : Punya salon, kafe dan bengkel langganan

P : Meminta Anda nimbrung ngobrol kalau mamanya menelepon
C : Pura-pura Anda tidak bersamanya jika mamanya menelepon

P : Putus dengan pasangannya sambil berjabatan tangan dan mengakui
sulitnya menjembatani perbedaan antar mereka berdua, diiringi ucapan,
"Kita tetap bisa berteman selamanya."
C : Putus dengan pasangannya sambil kabur dari rumah, merokok
berbatang-batang, plus ucapan, "Jangan undang aku ke pernikahanmu
nanti!"

P : Mencintai wanita 10 % pada pertemuan awal dan meningkat terus
C : Mencintai wanita 100 % pada pertemuan awal dan menurun terus

P : Berpikir dewasa seperti orang usia 40 tahun saat berusia 17 tahun
C : Berpikir kekanakan seperti orang usia 17 tahun saat berusia 40 tahun

P : Bisa menang hanya dengan otak dalam konflik
C : Cuma bisa ngamuk, adu mulut, n adu otot kalo konflik

P : Mikirnya "Aku masih kurang pengetahuan, harus belajar lebih banyak"
C : Mikirnya "Aku yang terhebat di muka bumi, siapapun aku hadapin !!!"

P : Otak no 1, digabungin otot kalo kepaksa
C : Otot no 1, ditambah otak, itupun kalo punya

Buat yang membaca jangan lar tersinggung , buat yang sudah terlanjur tersingguh jangan mendendam , buat yang sudah terlanjur mendendam,, bertobat lar dan segera menjadi Pria.. hehe.. Salam Peace.. Damai

Sumber : http://pondok-cerita.blogspot.com/

KISAH KUPU-KUPU

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya. Ada orang lain disana.
“Sedang apa kau disini anak muda?” tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. “Apa yang kau risaukan..?” Anak muda itu menoleh ke samping, “Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?”
Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, “di depan sana , ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. “Ya…tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu” sang Kakek mengulang kalimatnya lagi.
Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.
Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana . Gerakannya semakin liar.
Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, “Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah.” Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.
“Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?” Sang Kakek menatap pemuda itu. “Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu.”
“Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri.”
Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya. ***
Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.
Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.
Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani h id up kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.
Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu “hinggap” di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.
Sumber:http://mbakmaya.com/kampanyedamaipemiluindonesia2009/2009/05/kisah-kupu-kupu/